Thursday 20 May 2010

eceng gondok pkm-Gt

I. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) masuk ke Indonesia dari Brazilia. Tumbuhan ini mempunyai tinggi 0,3-0,5 m, terapung jika tumbuh di perairan dalam, sedangkan di perairan dangkal akarnya tumbuh di permukaan tanah. Eceng gondok memperbanyak diri secara vegetatif, membentuk kelompok mengapung di atas air. Perkembangannya sangat cepat dan "rakus" minum air. Eceng gondok mampu menyusutkan air waduk Saguling antara 3 sampai 4 kali lebih cepat dibanding jika tidak ada eceng gondoknya. Dari sifat inilah eceng gondok cepat menutupi daerah-daerah perairan air tawar, dan menjadi gulma yang sangat sulit dimusnahkan, menutupi seluruh permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam air, dan juga menyumbat saluran-saluran air. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.

Danau Toba yang mempunyai panjang 100 Km dan lebar 30 Km, maka apabila pertumbhan eceng gondok tidak di atasi dengan cepat maka akan mengakibatkan seperampat dari danau toba akan tertutupi oleh eceng gondok.

Danau Toba yang di kelilingi oleh 6 kabupaten di Sumatera Utara yaitu, Kabupaten Samosir, Karo, Simalungun,Dairi, Toba Samosir, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Yang memiliki jumlah penduduk rata-rata ± 200 ribu jiwa, dimana penduduknya bermata pencaharian sebagian besar petani dan nelayan yang berpenghasilan rendah, ke-6 kabupaten di sekitar danau toba ini banyak di tumbuhi eceng gondok. Sehingga sangat berpotensi dikembangkan sebagai tempat pengolahan eceng gondok sebagai kertas seni. Yang akan meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, dan mengatasi masalah pengangguran.

Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau toba , eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.

Dari kandungan selulosa yang terkandung dalam eceng gondok, yang mencapai 18.2 % dari total berat kering, memungkinkan eceng gondok sebagai bahan baku yang potensial untuk pembuatan karton kasar, yang dapat dilakukan dengan teknologi sederhana berskala kecil dan karton ini dapat dipakai sebagai kertas pembungkus yang murah. Di samping itu, dengan kandungan selulosa tersebut, tumbuhan ini dapat digunakan untuk bahan kerajinan seperti tas, alas piring, sandal, tikar dan sebagainya seperti sudah dilakukan di Tegal, Jawa Tengah.

Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma eceng gondok di kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok untuk kerajinan kertas seni. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini. Kertas seni yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan berbagai barang kerajinan seperti kartu undangan, figura, tempat tissue dan perhiasan.

  1. Tujuan

Pertama, upaya tersebut merupakan alternatif yang sangat baik untuk mengontrol pertumbuhan gulma eceng gondok di kawasan perairan Danau. Apabila industri kerajinan eceng gondok tersebut berkembang, maka masyarakat pengrajin akan memanen gulma tersebut dari kawasan perairan danau sebagai sumber bahan bakunya.

Kedua, pengembangan industri kerajinan tersebut juga akan menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar sehingga akan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Ketiga, berkembangnya industri kerajinan di kawasan wisata Danau Toba akan memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat dengan penyediaan berbagai cenderamata yang berdampak positif terhadap pengembangan sektor wisata di wilayah tersebut.

  1. Manfaat

Di perkotaan bisnis ini banyak dilakukan oleh kaum muda, mahasiswa, dan kelompok pengrajin lainnya. Bisnis kertas seni berbahan eceng gondok dan kertas bekas ini sebenarnya suatu inovasi menggabungkan dua kepentingan. Di satu sisi produk berbahan eceng gondok ini menghasilkan kertas dengan nilai seni yang relatif lebih indah dan di sisi lain adalah upaya pengendalian gulma eceng gondok di perairan Danau Toba. Kata kunci dari bisnis ini adalah punya kemauan besar, kreatif, dan ingin maju.

Eceng gondok jika diolah dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, mulsa, media semai, pakan ternak, dan pulp/kertas. Di Jawa Tengah dan di Balige sendiri sudah dikembangkan sebagai bahan baku anyaman. Peluang bisnis ini relative lebih potensial jika dikembangkan di perkotaan. Merupakan suatu tantangan berbagai stakeholder untuk mencarikan sasaran target-target pemasarannya (Muladi, 2001).

Dalam rangka mendukung kelestarian danau toba dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera telah melaksanakan kegiatan workshop pemanfaatan eceng gondok sebagaibahan baku kertas seni. Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Tobasa pada tahun 2004. Dari kegiatan ini telah terbentuk kelompok kelompok pengrajin pemanfaatan eceng gondok di sekitar Danau Toba.

II. GAGASAN

A. PELUANG PENGEMBANGAN KARYA SENI DARI ECENG GONDOK

a.1. Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Utama Masih Melimpah

Secara fisiologis, tumbuhan eceng gondok ini berkembang sangat cepat. Perkembangan dengan vegetatif sangat cepat yakni dapat melipat ganda dua kali dalam 7-10 hari. Eceng gondok pada pertumbuhan 6 bulan dapat mencapai 125 ton/ha dan dalam 1 ha diperkirakan dapat tumbuh sebanyak 500 kg/hari (Heyne, 1987). Memang hal ini terbukti, walupun tumbuhan ini sering dibersihkan dari danau, keberadaannya terus-menerus masih melimpah. Sebagai contoh, tumbuhan ini yang sangat subur tumbuh di belakang Kantor Dinas Kehutanan dan Pertanian Tobasa.

Ketersediaan bahan baku mutlak diperlukan dalam mengembangkan suatu bidang usaha. Dari segi bahan baku, dirasakan masih akan terus melimpah sampai waktu yang masih lama. Jadi belum dirasakan masalah akan pengadaan bahan baku eceng gondok ini. Untuk meningkatkan penampilan produk kertas seni yang dihasilkan perlu dicampur dengan kertas bekas. Sumber bahan limbah ini pun akan terus menerus tersedia semisal dari kantor-kantor, koran bekas, dan sebagainya.

a.2. Sumberdaya Manusia

Salah satu permasalahan bangsa ini yang belum tuntas adalah masalah kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Karena usaha ini merupakan teknologi sederhana, dengan kemauan dan semangat, siapa pun dapat melakukannya. Di Kawasan Danau Toba masih memiliki banyak tenaga usia produktif yang belum mendapatkan kesempatan kerja. Potensi tenaga usia produktif ini menjadi salah satu modal pengembangan usaha ini.

a.3. Danau Toba sebagai Daerah Tujuan Wisata

Salah satu kelengkapan Obyek Tujuan Wisata (OTW) adalah tersedianya berbagai souvenir terutama dengan nuansa etnik. Potensi wisata ini dapat dimanfaatkan sebagai sasaran pemasaran dari produk kertas seni berbahan eceng gondok. Produk etnik dimaksud adalah produk-produk kerajinan dengan memasukkan unsur budaya Batak Toba seperti bentuk tulisan batak, gambar, relief, dan lain-lain.

B. TEKNOLOGI PENGOLAHAN ECENG GONDOK SEBAGAI KERTAS SENI

Teknologi pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni sangat sederhana. Untuk meningkatkan mutu kertas yang diproduksi, kertas eceng gondok dicampur dengan pulp kertas bekas. Prosedur pembuatan kertas daur ulang campuran eceng gondok dan kertas bekas ditunjukkan pada Gambar 1.

b.1. Penyediaan Bahan Baku

Bahan baku eceng gondok diambil dari pinggiran Danau Toba. Bagian tumbuhan ini yang diambil adalah bagian batangnya saja, dengan asumsi di bagian batang inilah terdapat paling tinggi seratnya. Bagian pangkal dan daun sebenarnya dapat juga digunakan, akan tetapi dapat menimbulkan sedikit kesulitan dalam proses penggilingannya. Bagian daun relatif lebih susah digiling/di-blender.

Gambar 1. Proses pembuatan kertas eceng gondok

b.2. Proses Pulping Eceng Gondok

Eceng gondok yang sudah dalam keadaan kering udara dimasak dalam tong pemasak dengan perbandingan 1 kg eceng gondok : 4 lt air : 10 gr NaOH. Pemberian NaOH dimaksudkan untuk mempercepat proses pemisahan serat. Proses pulping/pemasakan dilakukan pada suhu air mendidih selama 3 jam. Pada masa 3 jam ini berakhir, akan didapat eceng gondok dalam bentuk bubur yang menyatu dengan air. Untuk menghilangkan NaOH ini dilakukan pencucian sampai bersih, agar tidak meninggalkan bau dari larutan pemasaknya. Sisa larutan pemasak dapat digunakan kembali dalam proses pemasakan berikutnya.

b.3. Proses Penggilingan Kertas Bekas

Proses penggilingan kertas bekas yang sudah direndam, dilakukan terpisah dengan proses penggilingan eceng gondok. Pada saat penggilingan kertas bekas, ditambahkan perekat PVAc kurang lebih 5% dari berat kertas. Proses penggilingan juga masih dilakukan pada pulp eceng gondok, mengingat pada proses pulping tidak dapat menghasilkan serat-serat lebih halus dan seragam. Dari segi teknis produksi, kertas koran bekas lebih mudah digiling, akan tetapi lebih susah dalam pewarnaan. Waktu pencetakan lembaran lebih lama karena pengaruh serat-serat pendek dari kertas koran yang menyulitkan air keluar. Kertas bekas berwarna putih seperti HVS lebih susah digiling akan tetapi lebih mudah dalam pewarnaan dan proses pencetakan lembaran.

b.4. Pencetakan Lembaran

Proses pencetakan lembaran dimulai dengan melakukan pengenceran pulp kertas bekas dan pulp eceng gondok. Persentase dari campuran pada intinya dapat dilakukan pada tingkat yang berbeda-beda tergantung hasil kertas yang kita inginkan. Untuk lebih menonjolkan serat dari eceng gondok, dibuat persentase eceng gondoknya lebih besar. Pewarnaan dapat dilakukan sebelum proses pengenceran dan diupayakan dikondisikan beberapa jam agar warna yang diberikan dapat diserap dengan baik oleh pulp. Pengenceran adonan campuran pulp ini perlu dilakukan agar dapat diproduksi kertas yang tipis.

b.5. Pengeringan Kertas

Dengan menggunakan screen, kertas dicetak dan dipres pada selembar kain yang ditempatkan pada bidang yang kaku. Proses pengeringan dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari. Dalam keadaan matahari terik, selama 1 jam kertas sudah dalam kondisi kering. Apabila kondisi mendung, dapat juga dilakukan pengeringan dalam ruangan dengan jalan diangin-anginkan, walaupun kelihatannya kualitas kertas di bawah sinar matahari lebih bagus. Untuk skala yang lebih besar perlu dipikirkan untuk membuat alat pengering misalnya dengan membuat ruang pengering dari plat/kaca atau dengan mengkombinasikan dengan tungku pembakaran.

b.6. Kualitas Kertas

Pemanfaatan kertas seni umumnya sebagai kertas seni, sehingga penilaian kualitas kertas didasarkan pada keindahan relatif dari kertas. Berbeda dengan penilaian kualitas kertas sebenarnya yang menilai kualitas dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, gramatur, dan lain-lain. Kertas seni dengan campuran eceng gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena menampilkan serat-serat yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa campuran eceng gondok, kurang memiliki nilai artistik yang tidak jauh beda dengan kertas-kertas biasa.

C. STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN KERTAS SENI

c.1. Pembentukan Kelompok-Kelompok Pengrajin

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan membentuk kelompok kelompok pengrajin di sekitar Danau Toba seperti Pangururan, Tomok, Parapat, simanindo, dan sebagainya. Sasaran SDM yang dibutuhkan adalah kawula muda yang dianggap lebih kreatif dan inovatif. Kelompok pengrajin yang sudah ada dilakukan pelatihan-pelatihan mulai dari pembuatan kertas seni sampai pembuatan berbagai souvenir berbahan kertas seni itu. Workshop adalah salah satu bagian dari program pelatihan dimaksud. Kontinuitas pelatihan ini perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan dari kelompok pengrajin terutama dalam produksi souvenir dengan unsur etnik Batak Toba.

c.2. Pemasaran dan Promosi

Dalam ilmu pemasaran, kegiatan promosi itu merupakan bagian dan tulang punggung dari tercapainya target pemasaran di samping kualitas produk, harga, dan tempat. Kegiatan promosi dapat dilakukan melalui pameran di berbagai event skala lokal/kabupaten, provinsi, dan nasional. Hal ini sangat diperlukan mengingat produk ini yang khas dan perlu dikenalkan kepada masyarakat secara terusmenerus Promosi dapat juga disampaikan melalui website Pemda Sumatera Utara. Promosi ini dapat dikombinasikan dengan kampanye penyelamatan lingkungan perairan dari gulma eceng gondok.

c.3. Nilai Kertas Seni

Semangat untuk memproduksi suatu barang sangat dipengaruhi oleh bayangan nilai jual produk itu sendiri. Sebagai contoh sederhana, untuk membuat figura foto ukuran post card, kebutuhan bahan baku dan biaya produksinya sekitar Rp 1.000,-. Namun apabila figura tersebut telah jadi dan tampil menawan, ternyata bisa laku dengan harga Rp 5.000,- per buah. Dari hasil penelitian di BP2KS, diperoleh hasil bahwa dari 1 kg campuran eceng gondok dan kertas bekas, mampu menghasilkan lembaran kertas ukuran folio sekitar 262 lembar.

c.4. Dukungan Kelembagaan

Kelompok pengrajin yang sudah dibentuk merupakan prasyarat utama dari rencana bisnis ini. Unit bisnis kecil merupakan modal besar dalam pengembangan usaha ini. Dari berbagai unit kecil ini diharapkan dibentuk suatu wadah yang lebih besar semisal koperasi pengrajin. Koperasi ini nantinya berfungsi sebagai penampung segala hasil karya pengrajin, jadi koperasi dalam hal ini akan mencarikan jaringan pemasaran. Institusi lain yang bisa berperan dalam program ini antara lain Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pariwisata dan Perhubungan, DEKRANAS/DA, KADIN, LSM, dan lain-lain. Bantuan ini dapat bermacam-macam seperti mencarikan prospek pemasaran, melakukan promosi ataupun mencarikan bapak angkat bagi kelompok-kelompok pengrajin.

c.5. Sasaran Bisnis

Tidak bisa dipungkiri bahwa mulai dari anak-anak, remaja, orang tua yang masih berjiwa muda maupun siapa saja yang suka melihat sentuhan seni akan menjadi pasar potensial produk ini. Produk yang dibuat diupayakan unik, menarik, dan lucu agar masyarakat yang melihatnya tertarik. Sasaran lain sesuai dengan hasil pengamatan di Medan, bahwa sekolah sekolah banyak memakai kertas seni ini untuk keperluan bahan prakarya siswasiswi SD/SMP/SMA. Potensi ini juga perlu dilirik. Kawasan Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata merupakan pasar dari produk kertas dari eceng gondok ini yang bisa dimanfaatkan sebagai cenderamata untuk wisatawan.

III. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Secara teknis, pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni sangat mudah dilakukan.

2. Pembelajaran masyarakat di sekitar Danau Toba dalam mengolah eceng gondok sebagai kertas seni yang berkualitas, harus dilaksanakan karena mengingat perairan danau toba sudah dicemari eceng gondok, sehingga perlu cara untuk memanfaatkan tumbuhan pengganggu/ gulma sebagai bahan yang berkualitas dan menghasilkan produk baru, sehingga menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat di sekitar Danau Toba .

3. Industri kerajinan kertas seni dari eceng gondok prospektif dikembangkan di sekitar Danau Toba sebagai souvenir etnik, dan juga untuk menjaga kebersiha danau toba sebagai tempat pariwisata, yang akan menarik wisatawan local maupun mancanegara.

4. Pengembangan usaha kecil ini dapat meningkatkan ketersediaan lapangan kerja baru. Mengurangi pengangguran dan meningkatkan tarap hidup masyarakat di sekitar danau toba

5. Dalam hal pemasaran termasuk promosi diperlukan dukungan berbaga stakeholder seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas pariwisata dan Perhubungan, DEKRANAS/DA, KADIN, LSM, dan lain-lain.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Joedodibroto, R. 1983. Prospek Pemanfaatan Eceng Gondok dalam Industri PulP dan Kertas. Berita Selulosa. Edisi Maret 1983. Vol. XIX No. 1. Balai Besar Selulosa. Bandung.

Muladi, S. 2001. Kajian Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Industri dan Penyelamat Lingkungan Hidup di Perairan. Prosiding Seminar Nasional IV Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Samarinda.

http://www.dephut.go.id/files/Gunawan.pdf

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=62584

V. LAMPIRAN

A. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Kelompok

Ketua Kelompok

Nama lengkap : Benrianto Malau

Nim : 072244710050

Tempat tanggal lahir : Samosir, 2 April 1988

Jenis kelamin : Laki – laki

Alamat : Jln.Belat No.125A Medan

Pekerjaan : Mahasiswa

Jenjang pendidikan :

Tabel 1 jenjang pendidikan

Nama Sekolah

Tahun

SD Negeri no.22395, Raut Bosi

1994 – 2000

SMP Negeri 2 Simanindo

2000 – 2003

SMA Katolik Cinta Kasih Tebing Tinggi

2003 – 2006

Universitas Negeri Medan

2007 – sekarang

Medan, 15 Februari 2010

Ketua Pelaksana

Benrianto Malau

072244710050

Anggota Pelaksana I

Nama lengkap : Frengki Siagian

Nim : 072244710035

Tempat tanggal lahir : Gompar Sidais, 15 September 1988

Jenis kelamin : Laki – laki

Alamat : Jln.Belat No.125A Medan

Pekerjaan : Mahasiswa

Jenjang pendidikan :

Tabel 2

Nama Sekolah

Tahun

SD Negeri no.177473, Banua huta

1995 – 2001

SMP Negeri 2 Sigumpar

2001 – 2004

SMA Negeri 1 Silaen

2004 – 2007

Universitas Negeri Medan

2007 – sekarang

Medan, 15 Februari 2010

Anggota Pelaksana I

Frengki Siagian

072244710035

B. Lampiran Gambar

Gambar 1. Peta Danau Toba

Gambar 2. Pertumbuhan Eceng Gondok di daerah Ajibata, Parapat, yang merupakan wilayah pariwisata di daerah Danau Toba.

Gambar 3 .Pertumbuhan Eceng Gondok yang tidak terkendali di daerah Tuk-tuk, Samosir, yang merupakan wilayah pariwisata di Danau Toba.

Gambar 4. Pertumbuhan Eceng Gondok di daerah Pangururan, yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Samosir,

No comments:

Post a Comment